Dalam dua pembahasan sebelumnya minggu ini tentang “Mendengarkan Suara Tuhan,” saya telah menjabarkan poin-poin utama berikut: Pertama-tama, kita mendengar suara Tuhan dengan hati kita, bukan dengan telinga fisik kita; oleh karena itu kita harus membangun kepekaan hati. Dua kata yang menggambarkan hati orang-orang yang tuli secara rohani adalah “mengeras” dan “mati rasa.”

Kedua, ada empat syarat khusus untuk mencapai kepekaan hati semacam itu, yaitu: pertama, perhatian; kedua, kerendahan hati; ketiga, waktu; keempat, keheningan. Kita mencermati perkataan Daud ketika ia berkata, “Jiwaku hanya menunggu dalam keheningan kepada Elohim.” Kemudian kita membahas, juga kemarin, bahwa persiapan terbaik adalah penyembahan. “Datanglah, kita akan menyembah dan kita akan bersujud, kita akan berlutut di hadapan YHVH yang membuat kita.” Dan kemudian Mazmur melanjutkan, “Hari ini, jika kalian mendengar terhadap suara-Nya, janganlah kalian mengeraskan hati kalian.” Jadi, persiapan terbaik untuk mendengar suara Tuhan dicapai melalui penyembahan.

Kebenaran yang akan saya bahas hari ini secara natural mengikuti poin-poin yang baru saja saya tunjukkan. Kebenarannya adalah, Tuhanlah yang menentukan waktu dan tempatnya. Kita harus memberikan prioritas absolut kepada Tuhan di atas segala kepentingan dan aktivitas-aktivitas kita sendiri. Kita mungkin mempunyai program-program kita sendiri, kita mungkin mempunyai kepentingan-kepentingan kita sendiri, kita mungkin mempunyai hal-hal yang kita sukai, hal-hal yang ingin kita selesaikan. Tetapi, jika kita ingin mendengar suara Tuhan, kita harus bersiap untuk melepaskan hal-hal tersebut, “melepaskan dan rileks,” seperti yang dikatakan pemazmur. Kita harus membiarkan Tuhan menentukan waktu dan tempat, dan itu mungkin bukan waktu atau tempat yang kita pilih.

Saya ingin memberi Anda tiga contoh orang yang bertemu dengan Tuhan dan mendengar suara-Nya. Tiga orang yang akan saya bicarakan adalah Musa, Elia, dan Yeremia. Pertama-tama kita akan melihat Musa seperti yang dijelaskan dalam Bilangan 7:89. Ini menggambarkan bagaimana Musa masuk ke dalam tabernakel yang didirikan di padang gurun, dan di sana dia berbicara dengan Tuhan, dan Tuhan berbicara dengan dia. Saat saya merenungkan ayat ini, ada semacam keheningan yang menyelimuti jiwa saya. Saya memikirkan tentang tabernakel di luar sana, di bawah sinar matahari yang terik di padang pasir, dikelilingi oleh hal-hal yang tandus, berdebu, dan kemudian di dalamnya, kesejukan, keteduhan, dan keheningan. Dan itu seperti memanggil saya untuk menjauh dari panas dan debu dan kesibukan dan aktivitas, untuk datang ke dalam tempat yang hening dimana saya bisa berbicara dengan Tuhan dan Tuhan dengan saya. Inilah yang dikatakan tentang Musa:

“Dan dalam Mosheh masuk ke kemah pertemuan [tabernakel] untuk berbicara dengan »Dia [YHVH], dan dia mendengar » suara yang berbicara kepadanya dari atas tutup pendamaian yang di atas peti kesaksian, dari antara dua keruv, dan Dia [YHVH] berbicara kepadanya [Mosheh].”

Lihat, ada suatu tempat di mana Tuhan berbicara dengan Musa. Letaknya di belakang tabir tabernakel yang kedua, dari Ruang Maha Kudus, dari tempat yang paling suci. Dan itu menunjukkan kepada kita betapa sucinya untuk mendengar suara Tuhan. Itu berasal dari antara dua kerub. Kerub-kerub kembali berbicara tentang penyembahan dan juga persekutuan. Dan itu berasal dari atas tutup pendamaian pada tabut kesaksian, tempat di mana darah itu dipercikkan. Ini berbicara tentang dosa yang ditutupi dan diampuni. Jadi, betapa pentingnya seluruh poin-poin tersebut. Itu adalah tempat penyembahan. Itu adalah tempat persekutuan. Itu adalah tempat di mana ada bukti kekal bahwa dosa telah diampuni dan ditutupi. Dan perlu diingat baik-baik, dosa yang belum ditutupi dan belum diampuni akan selalu menghalangi kita dari mendengar suara Tuhan. Dan di situlah Musa mendengar suara Tuhan.

Saya teringat sesuatu yang Yesus katakan kepada murid-murid-Nya dalam Matius 6:6, bahwa ketika Anda berdoa, masuklah ke dalam ruangan dalam Anda. Mengapa ke dalam ruangan dalam? Pastinya untuk menyingkir dari segala gangguan, menutup segala kebisingan dan pemandangan-pemandangan dunia, untuk menjadi hening di hadapan Tuhan. Saya percaya setiap orang Kristen harus memiliki semacam ruangan dalam. Saya pernah mendengar seseorang yang biasa masuk ke dalam lemari, di bawah tangga, membawa sapu dan sebagainya, tetapi di situlah dia mendengar dari Tuhan. Itu menjadi tempat suci baginya.

Contoh kedua dari orang yang mendengar suara Tuhan adalah Elia. Elia telah memperoleh kemenangan pribadi yang luar biasa. Dia telah memanggil api turun ke atas kurban di Gunung Karmel. Dia telah merendahkan dan mempermalukan dan bahkan mengeksekusi semua nabi-nabi palsu. Tapi kemudian, dia melarikan diri dari seorang perempuan penyihir, Izebel, lari ke padang gurun dan meminta Tuhan untuk mengambil nyawanya. Tuhan telah mengutus seorang malaikat untuk menguatkan dia, dan dengan kekuatan yang dia terima dari malaikat tersebut, dia melakukan perjalanan jauh dengan berlari ke Gunung Horeb, tempat dimana Tuhan pertama kali membuat perjanjian-Nya dengan Israel. Dan inilah yang terjadi kepada Elia ketika dia sampai di sana di Gunung Horeb. 1 Raja-raja 19:11-13:

“Dan Dia berfirman, “Keluarlah, dan engkau akan berdiri di gunung di hadapan YHVH.” Dan lihatlah, YHVH menyeberang, dan angin besar dan kuat mengoyakkan gunung-gunung dan menghancurkan batu-batu karang di hadapan YHVH; YHVH tidak di dalam angin. Dan sesudah angin, gempa bumi; YHVH tidak di dalam gempa bumi. Dan sesudah gempa bumi, api.”

Tiga demonstrasi kuasa Tuhan yang luar biasa: angin yang menghancurkan gunung-gunung, gempa bumi, api. Tetapi betapa signifikan untuk dipahami, bahwa Tuhan tidak berada di dalam satu pun dari demonstrasi-demonstrasi kuasa-Nya yang luar biasa tersebut. Dan kemudian itu berlanjut seperti ini:

“Dan sesudah api, suara kecil yang tenang.” [literal: “suara kecil yang tipis,” setipis Manna]

Anda ingat apa yang saya katakan, bahwa Tuhan tidak berteriak. Beberapa orang menggambarkan Tuhan seperti manusia yang berteriak. Itu adalah gambaran Hitler tentang Tuhan, seorang manusia yang berteriak-teriak. Banyak diktator dan orang-orang seperti itu memandang Tuhan hanya sebagai orang besar yang berteriak-teriak, tetapi Tuhan sangatlah berbeda. Setelah semua demonstrasi-demonstrasi kuasa-Nya, datanglah suatu bisikan lembut dan dampaknya terhadap Elia sungguh luar biasa.

“Dan terjadilah, ketika Eliyahu mendengarnya [bukan angin besar, bukan gempa bumi, bukan api, melainkan suara bisikan lembut, suara kecil yang tenang], dan dia menyelubungi erat-erat wajahnya dalam jubahnya, dan dia keluar, dan dia berdiri di bukaan gua.”

Apa maksudnya itu, menyelubungi erat-erat wajahnya dalam jubahnya? Itu artinya masuk ke dalam ruangan dalam. Itu artinya menutup semua pengalih perhatian. Itu artinya menutup matanya dari pandangan-pandangan luar. Itu artinya penyembahan. Itu artinya bersujud. Itu artinya merendahkan dirinya. Itu artinya membuka rohnya kepada Tuhan. Sekarang, ketika dia siap mendengarkan:

“Dan lihatlah, suatu suara kepadanya, dan Dia berkata, “Apa bagimu di sini Eliyahu?”“

Perhatikanlah persiapan seksama yang Tuhan lakukan supaya Elia mendengar suara-Nya. Tuhan sangat perduli bahwa kita mendengar suara-Nya. Tapi ingat, Tuhan mungkin tidak ada di dalam angin, gempa bumi, atau api, tapi jika Anda punya telinga untuk mendengar, sesudah itu akan ada suatu bisikan lembut. Ketika Anda mendengar itu, Anda pasti ingin mengenakan jubah Anda atas wajah Anda. Anda pasti ingin menyembah. Hatimu pasti akan bersujud.

Penting untuk melihat hasil-hasil yang didapat dalam kehidupan Elia dari mendengar suara bisikan lembut itu. Ada kekuatan dan arah baru bagi pelayanannya. Ketika dia pergi ke Horeb, dia benar-benar orang yang terpukul. Dia siap untuk menyerah, berhenti, melemparkan handuk. Tetapi setelah dia mendengar suara Tuhan, dia menjadi seorang penakluk dan dia mempunyai arah baru. Hingga saat itu, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya, tetapi mendengar suara Tuhan memberikannya arahan dalam pelayanannya. Hal yang sama juga akan terjadi pada Anda dan saya. Kekuatan dan arahan baru datang dari mendengarkan suara Tuhan.

Orang ketiga yang ingin saya bicarakan yang mendengar suara Tuhan adalah Yeremia. Inilah yang dikatakan Yeremia dalam Yeremia 18:1-6:

“Perkataan yang ada bagi Yirmeyahu dari» YHVH, dengan berkata, “Bangkitlah, dan turunlah ke rumah seorang penjunan, dan di sana Aku akan membuat engkau mendengar » kata-kata-Ku.”“

Anda lihat, Tuhan berkata, “Jika kamu ingin mendengar suara-Ku, kamu harus berada di tempat tertentu; Aku akan berbicara kepadamu, tetapi kamu harus berada di tempat yang tepat dan waktu yang tepat.” Jadi, Yeremia taat. Dia berkata:

“Dan aku turun ke rumah penjunan itu, dan lihatlah, dia [sang pembuat tembikar] membuat pekerjaan di atas batu-batu. Dan bejana yang dia buat dengan tanah liat itu rusak di tangan penjunan itu, dan dia kembali, dan dia membuatnya bejana baru seperti yang lurus di mata penjunan itu untuk membuatnya. Dan firman YHVH ada bagiku, dengan berkata, “Hai rumah Yisra’el, tidakkah Aku dapat melakukan kepada kalian seperti penjunan ini?” deklarasi YHVH, “Lihatlah, seperti tanah liat di tangan penjunan, demikianlah kalian di dalam tangan-Ku, hai rumah Yisra’el.””

Anda lihat, ada waktu dan tempat. Tuhan menginginkan Yeremia berada di rumah tukang periuk itu karena Dia ingin Yeremia melihat apa yang dilakukan tukang periuk itu dengan bejana periuk di atas roda-roda batu itu, karena itu akan menjadi gambaran bagaimana Tuhan akan berurusan dengan Israel, bagaimana Tuhan sedang berurusan dengan Israel. Ingatlah saat ini Israel seperti sebuah periuk di tangan Tuhan, dan Dia sedang membentuk mereka di atas roda-roda persoalan dan sejarah saat ini. Pesan itu benar adanya saat ini. Tetapi Yeremia tidak dapat mendapatkan pesan tersebut sampai dia berada di tempat yang tepat. Dia harus taat. Dia harus berada di sana. Tuhan membuat semacam janjian dengan Yeremia. Dia berkata, “Jika kamu mau pergi ke rumah tukang periuk, Aku akan berbicara kepadamu.” Dan Anda lihat, sebelum Yeremia mendapatkan pesan bagi orang-orang lain, dia harus mendengarnya dari Tuhan.

Saya selalu terkesan bahwa di sekolah-sekolah Alkitab dan seminari-seminari, mereka menghabiskan begitu banyak waktu untuk melatih orang-orang bagaimana untuk berbicara, untuk berkhotbah, tetapi jarang sekali mereka melatih orang-orang bagaimana untuk mendengar. Dan jika Anda tidak pernah mendengar dari Tuhan, Anda tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Dan percayalah, seseorang yang mendengar dari Tuhan, dia layak untuk didengarkan, meskipun dia tidak punya semua poin-poin penting dalam homiletika. Yang dinanti-nantikan manusia saat ini adalah orang yang mendengar dari Tuhan.