Dalam pengujian ilmiah DNA mummi Mesir pertama kali yang berhasil diuraikan, diperoleh hasil mengejutkan yang menunjukkan asal-usul sesungguhnya dari orang-orang Mesir kuno. Hasil pengujian ini mengkonfirmasi kebenaran teori kontroversial yang melacak asal-usul Dinasti Mesir Pertama berasal dari Ham anak Nuh, seperti yang dijelaskan dalam Kitab Kejadian.

Para ilmuwan telah lama kebingungan mengenai asal-usul orang-orang Mesir. Sampai saat ini, tidak ada data empiris yang bisa mengklarifikasi masalah ini. Studi tentang sejarah penduduk Mesir hanya bisa mengacu pada referensi-referensi literatur dan bukti-bukti arkeologi tak langsung, dan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian genetika orang-orang Mesir masa kini. Berdasarkan sumber-sumber ini, kebanyakan peneliti percaya bahwa orang-orang Mesir kuno berasal dari Afrika utara. Orang-orang Mesir saat ini menunjukkan adanya pengaruh genetik sub-Sahara yang kuat.

Keyakinan ilmiah ini bertentangan dengan catatan Alkitab, yang menunjukkan bahwa bapa leluhur orang-orang Mesir adalah Mitzrayim, anak Ham.

Kejadian 10:5,6 (TB) Dari mereka inilah berpencar bangsa-bangsa daerah pesisir. Itulah keturunan Yafet, masing-masing di tanahnya, dengan bahasanya sendiri, menurut kaum dan bangsa mereka. Keturunan Ham ialah Kush, Misraim (Ibrain: Mitzrayim; Mesir), Put dan Kanaan.

Menurut Kitab Suci, Mitzrayim menetap di Mesir sementara Kush menetap di Afrika, membangun dua bangsa berbeda dan terpisah yang tidak mewarisi kebudayaan yang sama. Namun teori ilmiah menyiratkan bahwa asal-usul orang-orang Afrika dan Mesir adalah sama.

Namun ternyata orang-orang Mesir modern dan Mesir kuno sangatlah berbeda.

Sebuah penelitian mengenai DNA mummi baru-baru ini, yang dipimpin oleh Johannes Krause dari Institut Max Planck untuk Ilmu Sejarah Manusia, telah memberi sedikit penjelasan mengenai masalah ini, dan penemuannya yang mendukung kebenaran catatan Kitab Suci.

Usaha-usaha sebelumnya untuk mempelajari DNA mayat mummi tidak menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Iklim panas Mesir dikombinasikan dengan proses pembalseman yang dilakukan oleh orang-orang Mesir kuno telah menghancurkan sebagian besar DNA.

Anubis
Sarkofagus Mesir kuno dari tahun 400 SM menggambarkan Anubis, dewa pengawas proses mummifikasi

Namun tim ilmuwan internasional menemukan cara lain untuk mengambil sampel DNA. Ketimbang mencarinya pada jaringan lunak, yang masih mungkin mengandung bahan pengawet, mereka mencarinya di dalam tulang.

Seperti ditulis dalam International Business Times, studi baru ini adalah pertama kalinya teknik pengurutan modern dan uji otentisitas digunakan untuk memastikan asal-usul kekunoannya. Ini juga mengkonfirmasi bahwa “mummi adalah sumber genetik yang valid untuk mempelajari sejarah manusia purba.”

Mummi
Sarkofagus Tadja, Abusir el-Meleq. Para ilmuwan telah menganalisis DNA dari 90 mummi Mesir kuno, termasuk Tadja, Abusir el-Meleq. (Image: Aegyptisches Museum und Papyrussammlung, SMB/Sandra Steiss)

Krause mengambil sampel dari 151 mummi yang berasal dari zaman Pre-Ptolemeus dan Romawi yang ditemukan di situs Abusir el-Meleq, sekitar 60 mil selatan Kairo. Mereka mempelajari tulang-tulang dan gigi, ketimbang jaringan lunak karena khawatir itu masih mengandung bahan pengawet dari proses pembalseman. Sampel tersebut meliputi 1300 tahun sejarah Mesir kuno (dari tahun 1388 SM – 426 M). Studi tersebut menyatakan bahwa mereka meneliti 90 rantai DNA mitokondria kuno. Ini hanya membawa beberapa gen dan tidak memberikan gambaran penuh. Namun, mereka berhasil mengambil DNA dari tiga sampel yang mengandung genom lengkap.

Hasil mengejutkan menunjukkan bahwa orang Mesir kuno lebih berhubungan dekat dengan populasi yang berasal dari Timur Dekat dan Asia barat daya, dan bukan dari Afrika utara seperti yang diperkirakan oleh teori ilmiah sebelumnya.

“Pada orang-orang Mesir kuno, kita sama sekali tidak menemukan banyak keturunan sub-Sahara Afrika,” kata Krause. “Mereka terlihat sangat Timur dekat dan memiliki hampir nol keturunan sub-Sahara Afrika.” Krause mengatakan, “Ini menggambarkan bahwa orang-orang Mesir kuno lebih berhubungan dekat dengan orang-orang Eropa ketimbang mereka yang berasal dari orang Mesir modern. Studi tersebut mengungkapkan bahwa pengaruh Afrika terhadap orang Mesir relatif baru, yang masuk ke dalam pencampuran genetika sesudah zaman Romawi.

Kesimpulan lain yang menarik yang didapat sebagai hasil penelitian adalah bahwa meskipun terjadi masuknya para penguasa asing, Krause mengatakan bahwa dia terkejut melihat betapa stabilnya material genetik tersebut selama seluruh periode ini. “Para ilmuwan sangat tertarik dengan peralihan kelas penguasa pada pergantian milenium pertama. Yang pertama datang adalah dinasti Helenistik, sesudah penaklukan oleh Alexander Agung, dari tahun 332 SM sampai 30 SM, dan kemudian pemerintahan Romawi dari tahun 30 SM sampai sekitar tahun 400 M. Namun genetika komunitas orang-orang Abusir el-Meleq tampaknya tidak terpengaruh oleh pergeseran politik.”

Temuan-temuan baru ini sesuai dengan Teori Ras Dinasti yang didukung oleh arkeolog David Rohl. Teori Rohl menyatakan bahwa orang-orang Mesir kuno datang melalui jalur lautan dari Mesopotamia, menaklukkan Lembah Nil, dan mendirikan dinasti-dinasti Mesir pertama. Ini bertentangan langsung dengan teori sebelumnya bahwa para penguasa Mesir pertama dan sebagian besar penduduknya tiba melalui jalur darat dari Afrika.

Rohl mendasarkan teori ini, yang ia jelaskan dalam bukunya Legend – The Genesis of Civilization, mengenai catatan Alkitab tentang Ham, anak Nuh. Menurut teori Rohl, Ham dan kaum-kaumnya berpindah dari Mesopotamia untuk menetap di Mesir sesudah Air Bah. Rohl menjelaskan bahwa ini adalah dasar bagi Horus, salah satu dewa Mesir yang paling signifikan, yang menurut Rohl adalah Ham. Nama ‘Horus’ artinya “dia yang jauh“, menyiratkan bahwa dia datang dari tempat yang jauh.

Untuk mengkonfirmasi teorinya, Rohl memimpin sebuah ekspedisi pada tahun 1988 ke Wadi Hammamat, sebuah dasar sungai kering di Gurun Timur Mesir yang merupakan rute gurun utama dari Sungai Nil ke Laut Merah. Rohl mempelajari ukiran-ukiran dinding kuno dan gambar-gambar yang melukiskan kapal-kapal yang ditemukan lima puluh tahun sebelumnya oleh arkeolog Hans Winkler. Lebih dari 100 ukiran-ukiran ini menggambarkan perahu-perahu panjang dengan 70 pendayung.

Rock-art-boat-from-the-Wadi
Perahu berhaluan tinggi dari gurun timur Mesir. (Image: David Rohl)

Gambar-gambar ini sesuai dengan teori Rohl bahwa periode perkembangan budaya dan teknologi secara tiba-tiba pada waktu Dinasti Pertama di Mesir adalah akibat dari masuknya para elit Mesopotamia yang tiba di Mesir dengan berlayar melintasi garis pantai Semenanjung Arab sampai ke Laut Merah dan akhirnya membawa perahu-perahu mereka melintasi padang pasir ke sungai Nil.

The-boat-of-the-gods
Beberapa lukisan perahu mungkin menggambarkan dewa-dewa atau tokoh-tokoh pendeta kepala yang memakai dua bulu tebal, motif yang dimulai oleh para Firaun Mesir. (Image: David Rohl)

Keturunan Ham, anak Nuh, sangatlah penting untuk dipelajari. Karena dari keturunannya berasal seluruh raksasa-raksasa (Nephilim) yang muncul kembali ke dalam dunia Pasca Banjir Besar, raksasa-raksasa Amori yang tingginya mencapai lebih dari 12 meter.

Selengkapnya baca:

Kembalinya Nephilim, Ras Raksasa Purbakala ke Dalam Dunia Pasca-Banjir Besar Menghancurkan Bumi

Referensi:

Genome of ancient Egyptian mummy analyzed

Biblical Narrative of Descendants of Ham, Son of Noah Supported by DNA of Ancient Mummies

DNA Analysis of Egyptian Mummies Supports Biblical Story of Noah’s Descendants

DNA Discovery of Ancient Mummies Supports Biblical Narrative of Descendants of Ham, Son of Noah

ANCIENT MUMMY DNA MAY SHOW A LINK TO NOAH’S DESCENDANTS

Mummy DNA May Prove Ancient Egyptians Descended From Son of Noah Exactly as Bible Describes